Panasnya kota Padang tidak seperti
biasanya. Walau begitu aku dan temanku sebut saja ‘I’ tetap semangat mengikuti
Seminar Nasional yang menghadirkan seorang penulis yang dikenal dengan nama penanya
Darwis Tere-Liye.
Tak mau mendapat tempat duduk di
belakang, kami pun mengantisipasinya dengan datang lebih awal dari jadwal yang
seharusnya. Seperti yang kami perkirakan, tempat duduk di depan saat itu masih
banyak yang kosong. Bergegas kami mengambil tempat duduk di depan. Maklum, aku
merupakan salah satu fans nya bang
Tere-Liye, begitu sapaan akrabnya. Jadi, dengan duduk di depan, aku bisa
melihat bang Tere-Liye dengan lebih leluasa. Hahaha (modus).
Tak lama kami menunggu, acara yang
di helat oleh Genta Andalas itu pun dimulai. Auditorium yang awalnya ribut
dengan percakapan masing-masing peserta, mulai menjadi tenang karena
disuguhkannya Tari Pasambahan. Seusai acara pembukaan oleh pihak panitia,
akhirnya tokoh yang kutunggu-tunggu akhirnya muncul juga. ‘Shock’. Itu hal
pertama yang aku rasakan saat pertama kali melihat bang Tere-Liye. Dan selanjutnya
‘Waw’, itu yang terlintas di fikiranku.
Bang Tere-Liye maju ke depan dengan santainya menggunakan kaos oblong dongker dan celana jeans biru muda, komplit dengan sendal jepitnya. “Santai sekali gaya bang Tere”, fikirku saat itu. Tak seperti pembicara-pembicara untuk Seminar Nasional lainnya, bang Tere-Liye lebih memilih untuk bergaya santai, bahkan sangat santai malah untuk menyampaikan materinya kali ini. Dan setelah di telaah, ternyata memang begitulah gaya bang Tere-Liye bila mendapat undangan untuk memberikan materi, kecuali bila pada undangan tersebut dikatakan untuk menggunakan pakaian yang rapi dan menggunakan sepatu. Hahahaa.. melihat gaya bang Tere-Liye yang begitu, tiba-tiba aku teringat seorang wirausahawan yang selalu mengenakan celana pendek. Siapa lagi kalau bukan om Bob. Beliau juga memiliki gaya khasnya tersendiri untuk tampil di depan publik.
Bang Tere-Liye maju ke depan dengan santainya menggunakan kaos oblong dongker dan celana jeans biru muda, komplit dengan sendal jepitnya. “Santai sekali gaya bang Tere”, fikirku saat itu. Tak seperti pembicara-pembicara untuk Seminar Nasional lainnya, bang Tere-Liye lebih memilih untuk bergaya santai, bahkan sangat santai malah untuk menyampaikan materinya kali ini. Dan setelah di telaah, ternyata memang begitulah gaya bang Tere-Liye bila mendapat undangan untuk memberikan materi, kecuali bila pada undangan tersebut dikatakan untuk menggunakan pakaian yang rapi dan menggunakan sepatu. Hahahaa.. melihat gaya bang Tere-Liye yang begitu, tiba-tiba aku teringat seorang wirausahawan yang selalu mengenakan celana pendek. Siapa lagi kalau bukan om Bob. Beliau juga memiliki gaya khasnya tersendiri untuk tampil di depan publik.
Gambar bang Tere-Liye saat memberikan materi
Banyak hal yang aku dapatkan dari
perbincangan 1 arah, yang kadang menjadi perbincangan 2 arah selama lebih
kurang 2 jam bersama bang Tere-Liye. Bang Tere-Liye menjelaskan beberapa hal
yang perlu diperhatikan bila kita ingin menulis ataupun menjadi penulis yang
baik. Diantaranya :
§ - Ide tulisan bisa apa saja, tapi
penulis yang baik selalu menemukan sudut pandang yang spesial.
Tak
lama setelah bang Tere-Liye mengungkapkan hal di atas, langsung saja beliau
menantang kami untuk menuliskan satu paragraf yang didalamnya harus ada kata “hitam”.
Mendengar itu bergegas aku menuliskan apa yang di petuahkan oleh bang Tere-Liye.
Kuacungkan tanganku ketika bang Tere bertanya siapa yang sudah selesai dengan
tulisannya. Beruntung tulisanku sempat dibacakan oleh bang Tere. Begini yang
kutulis:
“Oke. Kali ini kami diberi tantangan oleh om
tere liye untuk menulis satu paragraf yang di dalamnya harus ada kata hitam. Dan
baru saja aku menuliskan kata hitam itu sendiri. Hahaha”.
Senang
bang Tere-Liye juga ikut tertawa saat membaca tulisanku, tapi sayang bukan
tulisan ini yang dicarinya. Jadi di sini bang Tere-Liye mengatakan pada kami
untuk dapat melihat sesuatu dari sudut pandang yang berbeda dari yang lainnya. Kalau
bahasa gaulnya sekarang, jangan yang mainstream.
Hahaha. Walau suatu keadaan yang kita lihat itu sama, tapi jika kita melihatnya
dari sudut pandang yang spesial, maka tulisan yang tercipta pun akan menjadi
spesial.
§ - Penulis membutuhkan amunisi.
Amunisi
di sini bisa didapat dari membaca, menonton, mengamati, mencatat, dan lain
sebagainya. Bang tere bilang, jika ingin menulis, mulailah memperhatikan apa
yan ada disekitarmu.
§ - Ala-ala terbiasa.
Terkadang
kita kesulitan untuk mulai menulis, padahal kita sudah ada niat untuk menulis. Malah
kadang kali kita sudah menuliskan apa yang ingin kita tulis, namun kita tidak
tau bagaimana akhir tulisan kita. Atau barangkali ada juga yang sudah menulis,
namun pusing dengan gaya bahasa yang digunakan.
Kata
bang Tere, kalau mau menulis gak usah mikirin hal yang di atas. Yang penting
itu, seberapa efektif kalimat yang kamu tulis. Efektif di sini memiliki arti
penulis mengerti dengan apa yang ditulisnya dan pembaca juga mengerti dengan
apa yang ditulis oleh penulis. Kalau kayak di Amerika, itu biasanya dikenal
dengan slang nya. Hahaha. “I know u know,
u know I know”.
§ - Temukan motivasi terbaik untuk
menulis.
Nah,
ini juga penting banget. Biasanya kalau kita awal-awal nulis, terus nge post
tulisan, bakalan banyak banget fikiran yang berkelabat di kepala. Baik itu
tentang komentar orang yang membaca tulisan kita, kritikan dan sebagainya dan
sebagainya. kata bang Tere-Liye, motivasi kita untuk menulislah yang mampu
menepis semua fikiran-fikiran yang berkelabat tadi dan membuat kita tetap
konsisten untuk menulis.
Nah,
itu tadi hal-hal yang aku dapat dari 2 jam bersama bang Tere-Liye. Senang bisa
ketemu langsung dengan bang Tere-Liye. Dan makasih juga buat bang Tere-Liye yang
sudah memberikan coretan tangannya di salah satu koleksi bukuku. Hehehe. Kapan-kapan
main ke sini lagi ya bang ^^.
sedikit coretan tangan dari bang Tere-Liye
Buat
yang belum kenal bang Tere-Liye atau yang ingin kenal dengan bang Tere-Liye,
ini aku kasih profil singkat dari bang Tere-Liye. Enjoy
Tidak ada komentar:
Posting Komentar